25.4 C
Jakarta
Rabu, Juni 18, 2025

Wartawan Investigasi

Pencari Bukti Yang Tersembunyi

Cengkeraman Mafia Tambang Emas di Ketapang Menguat: Krisis Lingkungan Memburuk,

Ketapang, Kalimantan Barat — 15 Juni 2025

Aktivitas penambangan emas tanpa izin (PETI) terus meluas tanpa kendali di Kabupaten Ketapang, Kalimantan Barat. Fenomena ini tak hanya menyebabkan kerusakan lingkungan yang kian parah, tetapi juga menyingkap dugaan kuat adanya keterlibatan oknum-oknum berpengaruh yang melindungi operasi tambang ilegal tersebut.

Wilayah-wilayah seperti Pelang, Sungai Besar, Indotani, Lebuk Toman, Keruing, Kecamatan Mantan Hilir Selatan kini menjadi pusat tambang ilegal yang beroperasi nyaris tanpa gangguan. Awalnya dilakukan secara kecil-kecilan, namun kini berubah menjadi kegiatan terorganisir dan terstruktur dengan dukungan dana besar dan perlindungan tersembunyi.

Sumber dari lapangan menyebutkan bahwa sungai-sungai kini tercemar oleh limbah tambang, hutan-hutan rusak, dan lahan adat masyarakat dijarah tanpa persetujuan. Ironisnya, penegakan hukum justru lebih sering menyasar penambang kecil yang mencari nafkah demi hidup, sementara para aktor besar di balik aktivitas ilegal ini tetap bebas, nyaman, dan tidak tersentuh hukum.

Situasi semakin memanas pada Senin, 09 Juni 2025, ketika terjadi demonstrasi besar-besaran di depan Mapolres Ketapang. Massa yang mengatasnamakan Persatuan Tambang Independen Rakyat Ketapang (PETIR) menuntut pembebasan salah satu rekan mereka yang ditahan karena diduga memukul seorang jurnalis yang sedang meliput aktivitas tambang ilegal di wilayah Lebuk Toman.

Aksi ini memicu keprihatinan luas. Organisasi media mengecam keras tindakan kekerasan terhadap jurnalis dan mendesak penyelidikan yang transparan. Kebebasan pers, sebagai pilar demokrasi dan alat kontrol publik, dinilai sedang berada dalam ancaman serius di Ketapang.

“Ini sinyal bahaya,” ujar seorang aktivis lingkungan yang meminta identitasnya dirahasiakan. “Bukan hanya alam yang diserang, tapi juga kebebasan berbicara dan mencari kebenaran.”

Sementara itu, pemerintah daerah—termasuk Bupati dan Wakil Bupati Ketapang—masih belum memberikan pernyataan tegas. Diamnya para pemimpin ini mulai memicu ketidakpercayaan dari masyarakat yang selama ini berharap adanya perlindungan hukum dan keadilan ekologis.

“Kalau bukan pemerintah yang berpihak pada rakyat dan lingkungan, siapa lagi?” kata seorang warga desa dalam pertemuan komunitas.

Ketika hutan Ketapang makin gundul dan sungai-sungai berubah warna, satu pertanyaan besar menggantung di benak masyarakat:
Apakah hukum masih punya kuasa, atau sudah kalah oleh kekuatan uang dan pengaruh?

Berita Terkait