royalblue-kangaroo-241988.hostingersite.com-Mukomuko Bengkulu.
Dana Program 2024 Mangkrak, Bendahara Diduga “Kabur” Membawa Uang Desa
Tirta Mulya, 17 Juli 2025 Pemerintahan Desa (Pemdes) Tirta Mulya diguncang isu besar setelah terungkap bahwa sejumlah anggaran program kerja tahun 2024 belum juga terbayarkan, termasuk hutang puluhan juta rupiah di sebuah toko bangunan langganan desa.
Warga gempar,”dana yang seharusnya dialokasikan untuk infrastruktur dan pemberdayaan masyarakat disebut-sebut “dibawa kabur” oleh bendahara desa berinisial NA.
Hutang Menumpuk, Papan Proyek Terbengkalai
Pemilik Toko Bangunan “Sumber Jaya” mengaku sudah berkali-kali menagih pembayaran material proyek jalan lingkungan dan renovasi balai desa. “Totalnya hampir Rp 87 juta. Janji dibayar Desember 2024.
eh, sampai sekarang nihil,” ujar S (45), pemilik toko. Tumpukan nota jatuh tempo itulah yang pertama kali membongkar kisruh keuangan desa.
Pertanyaan Krusial,” Mengapa Bendahara Tak Dilaporkan?
Fakta bahwa bendahara NA belum juga dilaporkan ke pihak kepolisian menjadi sorotan tajam.
Ketua Badan Permusyawaratan Desa (BPD) Tirta Mulya, Ridwan, mengatakan, “Surat pertanggungjawaban (SPJ) 2024 belum rampung karena dokumen keuangan dipegang NA. Tapi kami masih ‘menunggu iktikad baik’. Warga mempertanyakan: kenapa menunggu?”
Pengamat hukum desa dari Universitas Bengkulu, Dr. Fitria Syahrani, menilai sikap “menunggu” itu janggal. “UU Desa No. 6/2014 & Permendagri No. 20/2018 jelas apabila ada indikasi penyelewengan, kepala desa wajib mengambil langkah hukum.
Membiarkan tanpa laporan justru rentan menimbulkan praktik pemerasan dan skema suap ‘tutup pintu’, sebagaimana sering terjadi pada kasus OTT aparat desa sebelumnya,” tegasnya.
Desas-desus & Pola “Ada Asap, Pasti Ada Api”
Isu kian memanas di media sosial lokal,” ada yang menduga NA hanya “kambing hitam” untuk menutup defisit anggaran; ada pula yang menuding kompromi politik internal.
Slogan warga, “Ada asap pasti ada api,” merefleksikan keyakinan bahwa kisruh keuangan menjadi lahan empuk pemerasan pihak-pihak tertentu.
Transparansi Terjebak di Meja Kantor
Lembaga Swadaya Masyarakat Koalisi Rakyat Menggugat (KRM) menuntut Pemdes segera,”
Audit independen terhadap APBDes 2024, terutama pos belanja fisik dan BUMDes.
Publikasi dokumen APBDes di papan informasi sesuai Pasal 24 Permendagri No. 73/2020.
Pelaporan resmi ke Polres setempat agar proses pidana dan perdata berjalan transparan.
“Keterbukaan tak boleh berhenti di slogan,” ujar Ketua KRM, A. Yusril. “Kalau uang rakyat raib, rakyat berhak tahu ke mana perginya.”
Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (PMD) Kabupaten Mukomuko, Ujang Selamet., mengonfirmasi telah menjadwalkan klarifikasi.
“Kami beri tenggat tujuh hari kerja. Jika tidak ada bukti kuat NA membawa dana, berarti ada penanggung jawab lain kepala desa dan perangkatnya,” katanya,
menyinggung ancaman sanksi administratif hingga pemberhentian.
Akuntabilitas atau Krisis Kepercayaan?
Kasus Tirta Mulya menjadi alarm bagi desa-desa lain.
Tanpa mekanisme pertanggungjawaban yang tegas, defisit anggaran mudah bergeser menjadi krisis kepercayaan. “Di tingkat desa, trust adalah modal sosial utama.
Sekali hilang, sulit kembali,” ujar Dr. Fitria.
Kesimpulan & Jalan Keluar Segera laporkan bendahara atau pihak mana pun yang terindikasi menyalahgunakan dana.
Libatkan auditor eksternal agar hasil pemeriksaan kredibel.
Bukakan data melalui musyawarah desa khusus—warga berhak mengonfirmasi setiap rupiah.
Perkuat sistem kontrol,” pisahkan kas pembantu, gunakan aplikasi Siskeudes terintegrasi, dan awasi secara daring.
Jika langkah-langkah ini diabaikan, tidak mustahil Tirta Mulya menjadi panggung OTT berikutnya.
Dan sebagaimana pepatah warga, “Ketika uang desa jadi akar masalah, pemerasan hanya menunggu kesempatan.
Pewarta:Hidayat
Editor:Harry