royalblue-kangaroo-241988.hostingersite.com, Selasa 10 Juni 2025
Batam-Kepulauan Riau – Miris Di tengah gencarnya kampanye nasional pemberantasan perjudian, Kota Batam justru mencerminkan ironi. Dugaan kuat mengarah pada maraknya praktik perjudian terselubung di sejumlah pusat hiburan malam dan billiard center ternama. Kegiatan yang diduga melanggar hukum ini seolah mendapat angin segar, dengan minimnya tindakan dari aparat penegak hukum (APH) setempat.
Hasil investigasi secara berulang di rentang waktu dari Awal Juni tangal 4 dan 8 Juni 2025 hasil sementara menunjukkan bahwa beberapa tempat hiburan seperti Wukong, Nagoya hill Gamezone, dan Khususnya billiard center di kawasan Batam diduga menjadi lokasi perjudian terselubung. Modus operandi yang digunakan beragam, mulai dari permainan ketangkasan dengan hadiah yang dapat diuangkan, taruhan terselubung pada permainan billiard, hingga transaksi chip digital yang bernilai uang tunai.
Lebih mengkhawatirkan, lokasi-lokasi ini justru berdiri mencolok di pusat kota, dekat pusat perbelanjaan, restoran, dan bahkan tempat ibadah, sehingga menimbulkan pertanyaan besar soal efektivitas pengawasan dari pihak kepolisian, Satpol PP, serta Dinas Pariwisata Kota Batam.
Dugaan “Uang Koordinasi” dan Pembiaran
Sumber dari warga setempat yang enggan disebutkan identitasnya menyebutkan adanya dugaan “uang koordinasi” yang rutin diberikan kepada oknum aparat untuk melanggengkan operasional tempat hiburan tersebut. Jika benar, hal ini mengindikasikan adanya praktik pembiaran sistematis yang berpotensi merusak integritas lembaga penegak hukum.
Landasan Hukum: Pasal Jelas, Sanksi Tegas
Praktik perjudian, termasuk yang berlangsung secara terselubung dalam bentuk permainan ketangkasan atau transaksi chip, secara tegas dilarang dalam hukum positif Indonesia:
Pasal 303 KUHP Ayat (1) menyatakan:
“Barang siapa dengan tanpa hak sengaja menawarkan atau memberi kesempatan untuk permainan judi kepada umum atau dengan sengaja turut serta dalam perusahaan untuk itu, diancam dengan pidana penjara paling lama 10 tahun atau denda paling banyak Rp25.000.000.”
Pasal 27 Ayat (2) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE), yang telah diubah dengan UU No. 19 Tahun 2016, menyatakan:
“Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan, mentransmisikan, dan/atau membuat dapat diaksesnya informasi elektronik yang memiliki muatan perjudian, dapat dikenai pidana penjara paling lama 6 tahun dan/atau denda paling banyak Rp1.000.000.000.”
Dengan landasan hukum yang begitu jelas, ketiadaan penindakan atas dugaan aktivitas perjudian ini menimbulkan tanda tanya besar. Apakah aparat benar-benar tidak mengetahui, atau justru sengaja menutup mata?
Tanggapan dan Keprihatinan Masyarakat
Situasi ini telah memicu kekecewaan mendalam di kalangan masyarakat. Kepercayaan terhadap institusi seperti Polresta Barelang, Satpol PP Batam, dan Dinas Pariwisata semakin tergerus. Apalagi, komitmen Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo dalam berbagai pernyataan publik menunjukkan ketegasan terhadap segala bentuk perjudian di Indonesia.
Namun, jika perintah pusat tak diimbangi dengan implementasi nyata di daerah, maka pemberantasan perjudian tak ubahnya menjadi slogan tanpa makna.
Seruan Tegas kepada Polda Kepri dan Kapolri
Kini publik menunggu respons dari Polda Kepri dan Kapolri. Apakah mereka telah mengetahui situasi ini? Jika ya, mengapa belum ada tindakan tegas? Jika tidak, apakah informasi dari masyarakat sengaja disaring atau tidak diteruskan ke atas?
Batam tak boleh dibiarkan menjadi surga bagi para bandar dan kuburan bagi penegakan hukum.
Sudah saatnya aparat bertindak, bukan hanya demi penegakan hukum, tetapi juga demi menyelamatkan moral masyarakat dan citra pariwisata Batam di mata nasional maupun internasional.
Jika hukum tak ditegakkan, maka institusi yang bertugas menegakkannya justru akan menjadi bagian dari masalah, bukan solusi.
___________________________
Ali Islami ( Kaperwil Kepri )