Sanggau, Kalimantan Barat – 26 Juli 2025|Upaya Pemerintah Kabupaten Sanggau untuk menghentikan aktivitas Pertambangan Emas Tanpa Izin (PETI) tampaknya belum membuahkan hasil. Meskipun larangan resmi telah diterbitkan oleh Bupati Sanggau, praktik tambang ilegal justru kembali merebak di sepanjang aliran Sungai Kapuas, khususnya di wilayah Dusun Jeranai hingga Dusun Jawai, Desa Lintang Kapuas.
Pantauan langsung di lapangan serta laporan dari warga menunjukkan bahwa para pelaku PETI tetap beroperasi secara leluasa hingga hari ini, Sabtu (26/7). Ironisnya, tidak tampak kehadiran aparat penegak hukum (APH) maupun satuan tugas (Satgas) yang sebelumnya dibentuk untuk menangani praktik penambangan ilegal.
“Gimana tindak lanjut imbauan Bupati itu? Katanya mau ditindak tegas, kok sampai sekarang mereka masih beroperasi. Satgasnya ke mana?” ungkap RHS, salah seorang warga yang menyaksikan langsung aktivitas tambang di lokasi tersebut.
Nada serupa dilontarkan oleh Iwan, warga lain yang kecewa dengan minimnya penindakan. “Katanya sudah dilarang, tapi kok masih bebas? Aparatnya kemana? Kalau seperti ini terus, kita yang dirugikan,” keluhnya.
Padahal, Bupati Sanggau Yohanes Ontot telah mengeluarkan Surat Edaran Nomor 500.10.2.3/11/EKSDA Tahun 2025, yang secara eksplisit melarang seluruh aktivitas PETI. Dalam edaran itu, masyarakat juga diminta untuk aktif mendukung upaya penegakan hukum dan melaporkan setiap kegiatan tambang ilegal kepada pihak berwenang.
Dalam beberapa pernyataan publik, Bupati Ontot menegaskan bahwa Sungai Kapuas dan Sungai Sekayam harus steril dari aktivitas penambangan emas ilegal. Ia menyebut kedua sungai tersebut sebagai sumber air baku utama bagi PDAM dan kebutuhan dasar masyarakat seperti mandi, mencuci, hingga memasak.
“Kalau sudah diingatkan tapi masih juga nekat, ya tanggung sendiri risikonya,” ujar Bupati dalam kesempatan sebelumnya.
Namun, hingga berita ini diturunkan, belum terdapat tanda-tanda tindakan nyata di lapangan. Tidak ada operasi penertiban, penyitaan peralatan tambang, ataupun proses hukum yang menyasar pelaku PETI di wilayah tersebut. Ketidakhadiran tindakan represif dari APH dan Satgas telah menimbulkan tanda tanya di tengah masyarakat: seberapa serius pemerintah daerah dan aparat dalam menanggulangi tambang ilegal?
Aktivitas PETI di Sungai Kapuas tidak hanya berpotensi merusak ekosistem sungai dan mencemari sumber air bersih, tapi juga membuka ruang bagi konflik horizontal. Warga pesisir yang menggantungkan hidupnya pada kelestarian sungai terancam kehilangan sumber penghidupan mereka.
Pengamat lingkungan menilai, pembiaran seperti ini dapat menciptakan preseden buruk bagi upaya pelestarian lingkungan dan tata kelola sumber daya alam yang berkelanjutan. Terlebih jika aparat tidak menunjukkan kehadiran yang signifikan dalam mengawal kebijakan pemerintah daerah.
Masyarakat kini menunggu langkah konkret: apakah imbauan Bupati hanya akan berakhir sebagai dokumen formalitas, atau benar-benar menjadi pemicu perubahan?
Redaksi media ini membuka ruang klarifikasi dan hak jawab bagi pihak-pihak yang merasa dirugikan oleh pemberitaan ini, sesuai dengan prinsip jurnalisme yang adil, berimbang, dan bertanggung jawab.
Sumber : Tim Investigasi
Red/Tim*